- Saturday, March 31, 2018
- 15 Comments
Halo...Minggu lalu saya sudah menulis tentang tips nge-blog 100% dari handphone tanpa ribet. Sudah pada baca belum? :D
Nah, tema tulisan minggu ini masih seputar the power of kepepet. Yaitu...membuat header blog tanpa menggunakan software design seperti Photoshop dan illustrator sama sekali!
- Saturday, March 24, 2018
- 3 Comments
Halo...ada yang ngeh nggak, kalau sebagian besar tulisan saya di blog ini, cuma diketik dari handphone?
Kalau mau tau contoh hasil akhirnya, beberapa diantaranya bisa dilihat di sini:
Saat ini laptop pribadi saya memang sudah uzur. Performanya lambat banget walaupun cuma dipakai untuk sekadar blogging.
Karena nggak punya laptop yang mumpuni, dulu saya jadi merasa punya beribu alasan untuk tidak menulis. Alhasil, blog saya terbengkalai. Kemampuan menulis saya pun jalan ditempat.
Tapi sejak menemukan tips and tricks menulis blog dari hp, sekarang saya jadi lebih produktif dalam menulis.
Bagaimana sih caranya?
1. Menulis dari Google Docs
Berhubung saya nge-blog melalui platform Blogger, maka saya punya dua opsi untuk menulis konten. Pertama, melalui website blogger.com, kedua melalui aplikasi blogger untuk Android.
Bagi saya, menulis dari kedua platform ini adalah bencana. Penyebabnya, dashboard situs Blogger sangat kecil jika dilihat dari layar hp, sehingga tidak nyaman untuk mata dan jempol. Sedangkan aplikasi Blogger nyaris tidak berguna karena fungsi text formating nya sangat minim. Untuk mengedit hal sederhana seperti memberi underline (garis bawah pada tulisan) saja tidak bisa.
Tampilan website blogger.com dari layar handphone. Menu jadi terlihat sangat kecil. |
Tampilan pada aplikasi Blogger. Fungsi text formating sangat minim |
Karena alasan ini, saya jadi mengandalkan Aplikasi Google Docs untuk menulis konten blog. Hampir semua proses saya lakukan di sini. Mulai dari mengetik tulisan, mengganti format teks, membuat hyperlink, hingga menyisipkan dan mengatur tata letak foto.
Setelah draft selesai, saya tinggal meng-copy seluruh tulisan dan foto, lalu di paste ke blogger.com. Selanjutnya klik published, selesai deh. Semua pengaturan teks dan tata letak tidak akan berubah loh. Mudah kan?
Kenapa harus paste ke website blogger, bukan ke aplikasi blogger nya saja? Saya tidak menyarankan ke sana karena nanti semua format yang kita buat akan hilang. Misalnya, kita telah memberi warna biru dengan ukuran huruf 14 pada suatu kata. Begitu di copy-paste ke aplikasi blogger, warna nya berubah menjadi hitam lagi. Ukuran huruf pun kembali ke pengaturan semula. Sungguh tidak bisa diandalkan aplikasi dari Blogger ini :|
Selain itu, saya juga kapok menulis dari aplikasi blogger karena postingan saya sering gagal published cuma gara-gara melampirkan foto.
Lain hal nya dengan Google Docs. Tampilan boleh minimalis, tapi fungsinya powerful. Menu text formating nya lengkap banget. Mirip dengan fungsi di Microsoft Word. Saya bisa ganti font, warna dan ukuran tulisan sesuai keinginan.
Beberapa menu text formating di Google Docs, jauh lebih lengkap. |
Bisa langsung mengatur warna teks |
Dan yang paling saya suka, kita tetap bisa menggunakan apps ini meskipun dalam keadaan offline ataupun airplane mode. Produktif banget kan. Bisa menulis kapanpun, dimanapun. Termasuk ketika sedang dalam penerbangan.
Mengetik disini juga nggak bikin sakit mata karena tampilan aplikasinya pas di layar.
Menu offline memungkinkan kita menulis di aplikasi tanpa kuota internet. |
2. Mengedit Foto/Gambar dari Snapseed & PicsArt
Untuk mendukung tulisan, tentu kita perlu foto. Masalahnya nggak semua gambar yang saya ambil itu hasilnya bagus. Apalagi sebagian besar hanya dijepret menggunakan kamera poket sederhana.
Dulu saya sering meminjam laptop suami cuma untuk mengedit foto menggunakan Photoshop. Lama kelamaan, rasanya ribet juga harus mengantri laptop dulu. Tapi sekarang mengedit foto-foto ini cukup di handphone saja, menggunakan aplikasi Snapseed dan PicsArt.
Snapseed ini aplikasi gratis, tapi fungsinya banyak. Mulai dari sekedar mengedit kecerahan dan kontras pada gambar (brightness and contrast), maupun fungsi yang lebih canggih. Misalnya menghapus objek yang tidak diinginkan.
Sebelum diedit menggunakan Snapseed. Foto lebih gelap. Wajah anak saya tidak terlihat. |
Sesudah diedit dengan Snapseed. |
Sayangnya, Snapseed ini tidak bisa menggabungkan beberapa foto jadi satu. Sehingga pekerjaan yang satu ini, saya serahkan ke PicsArt. Selain untuk menggabungkan gambar, PicsArt juga punya segudang fitur lain. Seperti membuat kolase dan scrapbook digital. Kalau ingin tau lebih lanjut, main-main deh ke YouTube. Di sana ada banyak banget tutorialnya.
3. Menambah Tulisan dan Membuat Judul Blog dengan Phonto
Biarpun Snapseed dan PicsArt juga bisa menambah tulisan pada foto, tapi Phonto tetap jadi aplikasi favorit saya untuk urusan yang satu ini. Pilihan font nya jauh lebih banyak, bahkan kita bisa meng-install font baru. Kita juga bisa menambahkan clip-art menggunakan emoji yang sudah ada di handphone.
Btw, seluruh tulisan yang terdapat pada foto di postingan kali ini, saya buat dengan menggunakan Phonto juga loh.
Contoh judul blog yang dibuat dengan Phonto |
4. Mengedit Konten dengan Aplikasi Blogger
Tadi saya kekeuh mengatakan kalau saya tidak suka dengan aplikasi Blogger ini. Tapi toh masih saya pertahankan juga keberadaannya di hp. Fungsinya cuma dua, mengedit kesalahan dalam pengetikan setelah tulisan di published dan untuk menambahkan label pada blog.
Tapi kalo yang diedit lebih dari sekedar teks (misal, mau edit foto), maka saya langsung masuk ke dashboard Blogger.
***
Gimana, buat kalian yang ingin blogging tapi nggak punya laptop, ternyata masih ada solusinya kan? Buat saya kekurangan nge-blog dengan cara ini cuma satu: bikin jempol pegel! Tapi lama-lama saya terbiasa juga. Yang penting tau batasan. Kalau sudah terasa tidak nyaman, sebaiknya berhenti dulu biarpun jempol ini masih asyik menuangkan ide yang ada di kepala :)
Happy blogging!
- Friday, March 16, 2018
- 13 Comments
Di tengah kegelisahan saya terhadap masalah sampah di Lombok, saya dipertemukan dengan Aisyah Odist. Seorang pencinta lingkungan yang berhasil mengubah wajah Dusun Selaparang yang kumuh, menjadi kampung penuh warna yang menginspirasi dan memberdayakan.
***
Warna memang mampu mengubah mood dalam waktu singkat. Rumah kumal tampak ceria setelah dicat menjelang hari lebaran. Wajah pucat tampak segar selepas dipoles gincu merah. Kampung kumuhpun terlihat lebih cantik setelah dibubuhkan cat beraneka warna.
Sumber: Aisyah Odist |
Itulah yang terjadi dengan lingkungan Selaparang, Mataram, Lombok, yang kini bernama Kawis Krisant (Kampung Wisata Kreatif Sampah Terpadu). Tak sampai setahun yang lalu, daerah ini masih menjadi kawasan kumuh. Warga di sini memang sudah terbiasa hidup berdampingan dengan sampah. Hanya berjarak dua meter dari rumah mereka, terdapat sungai kotor tak terawat. Sampah rumah tangga pun dibiarkan teronggok begitu saja tanpa ada perasaan bersalah.
Namun kini kawasan itu berubah total. Tak hanya tampilan fisiknya saja, tetapi mental warganya juga turut mengalami perubahan yang dramatis. Setiap hari, pukul 4 sore, warga serentak menenteng sapu dan mulai membersihkan lingkungan. Mereka pun kini tak lagi membuang sampah di kali.
“Ada warga yang berhasil menabung sampah sampai Rp. 400,000," ujar kak Aisyah. Keberhasilan ini menyebar dari mulut ke mulut. Warga pun semakin bersemangat mengelola sampah-sampah mereka.
Selain warga setempat, masyarakat yang tidak tinggal di sekitar Kawis Krisant juga boleh menjadi nasabah. Saya sendiri yang merupakan warga Praya, secara rutin menabung eco brick, yaitu sampah-sampah plastik yang dipadatkan ke dalam botol air mineral. Eco brick ini bisa digunakan sebagai pengganti bata konvensional. Di luar negeri, sudah ada contoh-contoh bangunan yang dibuat dari eco brick ini. Sebuah komunitas di Jogja juga sudah memanfaatkan eco brick sebagai bahan baku pembuatan furniture.
Eco brick hasil tabungan warga. Sumber: Aisyah Odist |
Semangat Bersatu, Bergerak untuk Berbenah
Kak Aisyah merasa bertanggung jawab dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Selain kumuh dan kotor, para pemuda di sini pun pada mulanya tak memiliki kegiatan positif.
Untuk itulah ia mulai berusaha mengedukasi warga agar mau bersatu dan bergerak untuk berbenah. Hasilnya di luar ekpektasi. Kepercayaan yang telah dibangun bertahun-tahun antara kak Aisyah dengan warga, ternyata membawa dampak positif terhadap program yang ia tawarkan.
“Kepercayaan itu dibangun jauh sebelum saya berpikir akan membuat Kawis Krisant”. Ujarnya.
Warga menyambut baik ajakan kak Aisyah.
Kawasan Kawis Krisant pun kini semakin cantik setelah dibenahi. Wisatawan asing berbondong-bondong datang kemari. Baru-baru ini, Kawis Krisant menyambut rombongan tamu dari Austria. Mereka tidak hanya tour keliling kampung, tetapi juga menginap di rumah warga dan belajar manajemen pengelolaan sampah.
Serius menyimak penjelasan dari Kak Aisyah |
Dari kunjungan ini, warga mendapat banyak hal. Yang paling mencolok adalah bertambahnya pundi-pundi Rupiah mereka. Mulai dari host family, hingga pedagang kecil yang ada di sana, mendapat untung dari kunjungan wisatawan.
Senyum warga yang gembira karena mendapat rejeki tambahan. Sumber: Aisyah Odist |
Tak hanya materi yang mereka raih. Remaja di sini (yang disebut sebagai SATGAS), turut mendapat berbagai pengetahuan dengan berperan sebagai panitia dalam mempersiapkan kedatangan para tamu ini. Berbagai soft skill seperti Bahasa Inggris dan public speaking pun mereka pelajari dalam konteks sesungguhnya, bukan di ruang kelas.
Kampung Wisata Kreatif Sampah Terpadu (Kawis Krisant)
Wilayah Kawis Krisant dibagi ke dalam enam sektor. Pengunjung bisa datang sendiri ke sini ataupun dengan didampingi oleh adik-adik SATGAS. Untuk tamu rombongan (misalnya dari sekolah/organisasi tertentu), sebaiknya menghubungi pihak Kawis Krisant terlebih dahulu sebelum datang kemari.
Sektor Kawis Krisant |
Sektor 1 - Painting Gate
Salah satu mural di sektor 1 Kawis Krisant. Sumber: Aisyah Odist |
Memasuki wilayah Kawist Krisant, pengunjung akan disambut oleh mural yang beraneka warna. Gambar-gambar ini dibuat oleh komunitas Lukis di Lombok. Kebanyakan mural di sini bercerita tentang budaya suku Sasak.
Sektor 2 - Bank Sampah NTB Mandiri
Sudut foto kekinian di sektor 2 yang dibuat dengan memanfaatkan sampah |
Sebelum masuk ke sektor 3-6 Kawist Krisant, pengunjung akan melewati sektor 2 terlebih dahulu.
Sektor ini adalah kawasan favorit saya. Selain banyak spot foto kekinian, kita juga bisa mengikuti workshop membuat beraneka macam kerajinan dari sampah. Kak Aisyah sudah mengekspor berbagai kerajinan ini ke luar negeri loh.
Menariknya, sebagian karyawan kak Aisyah yang membuat produk-produk ini merupakan wanita penyandang disabilitas. Bahkan ada yang merupakan tuna netra. Itulah mengapa dari awal saya katakan, Kawis Krisant merupakan kampung warna-warni yang memberdayakan.
Tamu asing belajar membuat kerajinan berbahan dasar sampah. Sumber: Aisyah Odist |
Di sektor 2 ini juga terdapat galeri souvenir. Bagi teman-teman yang ingin membeli oleh-oleh ramah lingkungan dari Kawis Krisant, bisa melihat di galeri ini ya.
Kak Diana, penyandang disabilitas yang berdaya |
Sektor 3 - Rute Wisata
Disini kita akan melewati lokasi yang disebut Panggung Sarief dan Taman Pintar. Menurut SATGAS yang mendampingi saya, Panggung Sarief ini dibangun di atas Septic Tank loh! Untung saya tidak mencium aroma apapun selama di sini.
Panggung Sarief |
Sedangkan Taman pintar, merupakan area tempat adik-adik SATGAS belajar beragam skill baru. Salah satunya bermain perkusi. Pengunjung bisa mendengarkan alunan musik pinggir kali ini setiap hari Sabtu pukul 5 sore.
Sektor 4 - Fishing Area
Fishing Area berwarna-warni. Sumber: Aisyah Odist |
Ini adalah tempat memancing favorit warga. Dulunya tempat ini sangat kotor. Saat saya kemari, sebetulnya masih terlihat sampah yang merupakan kiriman dari wilayah lain. Sulit untuk dihindari. Tapi masih mungkin untuk dibenahi di masa yang akan datang.
Sektor 5 - Land
Dulu, land merupakan satu-satunya lahan terbuka yang dimiliki oleh lingkungan Selaparang. Di sinilah tempat warga melakukan segala hajatan. Mulai dari pernikahan, sunatan, dsb. Nanti teman-teman bisa melihat sendiri betapa kecil nya land ini. Tak sebanding dengan padatnya penduduk di dusun ini.
Sektor 6 - Rumah Kompos
Rumah kompos terletak di belakang sektor 2 Kawis Krisant, tepatnya di samping galeri souvenir. Di sini pengunjung bisa melihat dan belajar proses pembuatan kompos dari awal.
Lengkap bukan? Dalam satu kunjungan kemari, kita bisa belajar mengelola sampah organik dan non-organik sekaligus.
Lengkap bukan? Dalam satu kunjungan kemari, kita bisa belajar mengelola sampah organik dan non-organik sekaligus.
Lebih dari Sekedar Kampung Warna- Warni
Siapapun bisa mengecat kampungnya menjadi berwarna. Mengkamuflasekan kekumuhan dan kemiskinan dengan warna-warni cat yang apik.
Tapi dampak Kawis Krisant jauh lebih dalam. Ia mampu memberikan solusi bagi berbagai masalah dalam satu atap. Mulai dari masalah sampah, lingkungan, kemiskinan, disabilitas, pendidikan karakter, ekonomi, serta sustainable tourism.
Bagi saya, Kawis Krisant merupakan tempat paling inspiratif dan memberdayakan yang pernah saya datangi dalam beberapa tahun terakhir.
Bukankah tempat wisata seperti ini yang selalu kita nantikan?
***
Alamat Kawist Krisant:
JL. Leo No.24 Lingkungan Banjar Selaparang Ampenan, Pejeruk, Ampenan, NTB (Belakang Bank Sampah NTB Mandiri)
Instagram:
- Saturday, March 10, 2018
- 2 Comments
Lombok itu gudangnya pantai. Berjalan ke delapan penjuru mata angin manapun, kita pasti akan bertemu lautan. Tapi sayang, tidak semuanya bisa dinikmati oleh pelancong maupun warga lokal.
***
Seperti pantai Tanjung Beloam di Lombok Timur misalnya. Pantai ini sudah dikelola dan dijaga ketat oleh manajemen Hotel Jeeva Beloam. Hanya tamu hotel saja yang diperbolehkan masuk. Untuk kemari, pengunjung harus merogoh kocek sebesar 4-5 juta Rupiah/malam.
Bagi warga Lombok yang terbiasa menikmati pantai secara gratis, tarif yang dikenakan ini tentu terasa sangat mahal. Tapi ternyata ada dua cara lain yang lebih ekonomis. Pertama dengan membeli makanan di hotel tersebut. Kedua dengan menggunakan jalur alternatif menembus hutan Jerowaru. Sayangnya, kabarnya rute ini cukup terjal dan panjang. Kurang cocok untuk kami yang bepergian bersama anak kecil.
Karena pertimbangan harga dan keselamatan, saya dan keluarga pun batal kemari.
Mencari Alternatif
Sebagai gantinya, kami mencoba mencari pantai alternatif yang bisa dikunjungi. Kami yakin, Lombok masih memiliki pantai-pantai lain yang tidak kalah istimewa dari Tanjung Beloam. Lihat saja Bali, saudara tua Lombok. Sudah bertahun-tahun di eksplorasi, setiap tahunnya selalu saja ada surga baru tersembunyi yang bermunculan. Semestinya hal ini juga berlaku untuk Lombok, kan?
Secara random, kami pun memilih pantai Cemara sebagai destinasi kami. Entah seperti apa pantainya. Kami sudah siap untuk kecewa jikalau wujud pantainya biasa saja.
Menuju Pantai Cemara
Untuk menuju pantai ini kami hanya mengandalkan Google Maps. Sedikit tips, pengunjung sebaiknya berhati-hati ketika mengatur tujuan perjalanan di peta. Lombok punya beberapa pantai yang juga bernama Cemara. Pastikan yang kita masukkan adalah Pantai Cemara yang terletak di Lombok Timur.
Dari Bandara International Lombok (Praya), pantai ini bisa dicapai dalam masa 1 jam 15 menit, sedangkan dari Kota Mataram, waktu tempuhnya sekitar 2 jam. Tidak ada kendaraan umum apapun yang bisa mengantar pengunjung kemari.
Walaupun tidak populer, akses ke Pantai Cemara terbilang mulus. Bahkan jauh lebih baik dibandingkan dengan akses ke pantai lain di Lombok Timur yang lebih terkenal seperti Pantai Pink dan Tanjung Ringgit. Namun memang, sepanjang jalan kemari, nyaris tidak ada fasilitas penunjang kegiatan pariwisata sama sekali. Hanya ada perbukitan, berhektar-hektar kebun, sawah dan ladang, juga beberapa petani yang terlihat sedang mengurus lahan mereka. Ada baiknya kita membeli makanan dan minuman serta mengisi bahan bakar terlebih dahulu sebelum kesini.
Pada satu titik, ruas jalan yang kami lewati mulai bercabang. Kami memilih jalan lurus karena papan petunjuk arah menandakan bahwa pantai Cemara ada di depan sana. Jika ke arah kanan, kami akan tiba di Pantai Kaliantan.
Laju mobil kini harus melambat karena jalanan mulai berlubang. Beberapa meter kemudian, kami melihat sekumpulan berugak (pendopo/saung). Kami sempat curiga kalau Pantai Cemara tak jauh dari sini. Google Maps pun berkata demikian. Tapi anehnya, dari pinggir jalan ini sama sekali tidak terlihat tanda-tanda adanya pantai.
Kami memilih untuk tetap menancap gas, hingga akhirnya bertemu dengan Dusun Seriwe, sebuah pemukinan nelayan sekaligus pusat penghasil rumput laut di Lombok. Di pemukiman ini juga terdapat pantai, tapi bukan yang kami cari.
Pantai ini, entah apa namanya, sangat sepi. Hanya kami satu-satunya turis disini. Tempat ini seolah dimiliki secara ekslusif oleh anak-anak nelayan yang sedang bermain di laut. Ada yang sedang berenang bebas bertelanjang bulat, sebagian lainnya balapan mendayung sekoci. Rasanya saya seperti di bawa masuk ke dunia Si Bolang.
Langit mulai menurunkan gerimis, kami pun kembali ke mobil untuk berteduh. Sekaligus melanjutkan perjalanan untuk menemukan Pantai Cemara yang sebenarnya.
Pantai Cemara
Kami kembali ke titik dimana terdapat sekumpulan pendopo tadi. Dari sini, kami masih tidak bisa melihat laut. Tapi kali ini kami mencoba masuk ke dalam melewati saung-saung tersebut. Setelah menyusuri jalan sekitar 200 meter, akhirnya kami bertemu dengan lautan yang sejak tadi kami cari. Kami pun memarkirkan kendaraan tepat di bibir pantai. Tak ada tiket masuk, tidak ada tukang parkir. Pantai Cemara merupakan anugerah dari pencipta yang bisa dinikmati secara gratis.
Pantai Cemara memberikan kejutan manis kepada kami. Meminjam slogan MTV, pantai ini merupakan pantai yang “kami banget”. Tidak hanya sepi, ombaknya juga sangat tenang, menggoda pengunjung untuk berenang. Butiran pasirnya putih dan halus, warna airnya pun biru kehijuauan. Dari sekian pantai yang telah kami kunjungi di Lombok, pantai ini memberikan atmosfer paling menenangkan. Mungkin karena belum tersentuh pariwisata sama sekali. Sayangnya, hari itu cuaca mendung. Keindahan Pantai Cemara dan warna airnya yang menawan tidak tertangkap oleh lensa kamera saya.
Dari bibir pantai, kita bisa menikmati deburan ombak besar di semenanjung yang ada di kejauhan. Selain itu, di sisi kanan lautan, terdapat pulau karang dan kapal-kapal nelayan yang sedang bersandar.
Yang menarik, di sisi pantai ini terdapat tebing, yang bukan cuma penghias pantai Cemara, tapi juga rumah dari beragam biota laut. Mulai dari beragam gastropoda, hingga kepiting, hidup di permukaan dan celah-celah tebing ini.
Kami menghabiskan waktu sekitar dua jam disini. Bermain air, mengambil beberapa pecahan terumbu karang berwarna warni yang telah mati, menggenggam rumput laut yang terhempas ombak ke atas pasir, dan berfoto untuk menyimpan hari ini sebagai kenang-kenangan.
Jika saja pantai Cemara dekat dari rumah, pasti kami akan bermain kesini setiap hari. Sebelum pantai ini terjual.
Iya, pantai Cemara dengan luas lebih dari 40.000 meter persegi ini sudah diiklankan di situs jual beli tanah, dengan harga belasan miliar Rupiah.
Di iklan tersebut tertulis pengumuman:
Dijual lahan los pantai dengan luas 4,29 ha (42.900 m2) pasir putih dengan pemandangan pantai yang sangat indah dan air laut yang jernih, dengan dengan lokasi lahan yang akan dibangun hotel-hotel. Lokasi tanah langsung los pantai dan pinggir jalan raya. Sangat strategis dan cocok untuk dibangun hotel, villa atau hanya investasi semata. Sertifikat sudah SHM (Sertifikat Hak Milik).
Selepas membaca iklan ini, saya cuma bisa menarik napas. Tak lama lagi, nasib Pantai Cemara mungkin akan sama dengan Tanjung Beloam.
- Friday, March 02, 2018
- 2 Comments