Florida Trip-The Sunshine State (Bagian 1)

Thursday, August 04, 2016


Tulisan ini adalah bagian ke-1 dari Florida Trip. Baca bagian 2 & 3 disini



Kota Orlando di Negara Bagian Florida, sebetulnya tidak pernah sekalipun masuk ke destinasi impian saya.  Dulu sebelum ke Amerika Serikat, kalo denger kata Florida, saya cuma kepikiran sama buah jeruk. Maklum ya, saya salah satu korban iklan yang akhirnya jadi konsumen setia minuman jeruk asli Florida yang paling laris di Indonesia dan mungkin dunia: Minute Maid.

Awal tiba di Amerika pun, saya masih belum punya target untuk mengunjungi Florida. Sampai akhirnya saya nonton film The Martian, yang mengisahkan tentang perjalanan ke Planet Mars. Terus apa hubungannya Florida sama Planet Mars? Percaya deh, ada hubungannya! Haha.

Di film tersebut, adegan yang paling saya inget adalah ketika si tokoh utama, Mark Watney yang diperankan oleh Matt Damon, pergi ke NASA Space Center (Pusat Antariksa) di Houston, Texas. Pulang dari bioskop, saya langsung googling, kira-kira bisa nggak ya space center tersebut dikunjungi oleh orang luar? Kalo bisa, saya mau banget kesana! Karena kapan dan dimana lagi kan kami bisa pergi ke NASA kalo bukan di Amerika Serikat? Dan ternyata beneran bisa! Saya langsung semangat ngasih tau suami kalo saya MAU pergi kesana. Suami pun tertarik banget dengan ide saya dan langsung kasih approval!

Setelah mencari informasi lebih lanjut, ternyata di Florida juga terdapat  space center yang ada area pengunjungnya. Dan menurut rekomendasi dari seorang teman, space center ini jauh lebih bagus dari yang ada di Texas. Selain itu, Florida nya sendiri juga merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Amerika Serikat. Tahun 2014 aja, turis yang datang kesana sekitar 62 juta orang. Wajar, karena atraksi wisatanya nya juga lengkap. Mulai dari atraksi man made (buatan manusia) yang berpusat di kota Orlando seperti Disney World Resort, Universal Studio, Wonderworks, Wet & Wild, Ripley Believe it or Not, sampai ke wisata alam pantai yang membentang di sepanjang pesisir Florida (dengan pantai yang paling terkenal di daerah Miami). Atas pertimbangan-pertimbangan ini, destinasi wisata kami berubah haluan ke bagian paling tenggara Amerika Serikat. Lebih tepatnya ke kota Orlando, Florida.

Cleveland-Orlando

Kami memutuskan untuk bertolak dari bandara Cleveland menuju Orlando International Airport, Florida karena harga tiket pesawat dari sini lebih murah dibandingkan apabila kami berangkat dari tempat tinggal kami di Columbus. Konsekuensinya, kami harus naik mobil terlebih dahulu selama 2 jam dari Columbus ke Cleveland. Kemudian mobil kami parkir disana dengan tarif termurah $8 per hari (tergantung lokasi parkirnya). Dari tempat parkir, kami menumpang shuttle gratis menuju ke terminal keberangkatan.

Di perjalanan kali ini, kami menggunakan maskapai Frontier, salah satu low cost carrier versi Amerika. Saat itu kami mendapatkan tiket seharga $80 bolak-balik per orang. Seperti kebijakan maskapai pada umumnya, anak di bawah umur dua tahun masih gratis tetapi tidak mendapatkan tempat duduk khusus. Kautsar pun saya pangku. Alhamdulillah, bayi ini relatif anteng selama dua jam perjalanan. Kalau pun agak rewel, Kautsar langsung tenang lagi begitu dikasih ASI J.

Saat itu di Ohio masih musim dingin. Tapi sesaat kami tiba di Orlando, Florida, suhu langsung berubah total. Saya ngerasa lagi di musim panas. Florida memang memiliki iklim subtropis-tropis. Disebut juga sebagai The Sunshine State karena cuacanya seringkali cerah, rata-rata mendapatkan sinar matahari 230 hari/tahun. Saya yang lagi sebel-sebel nya sama cuaca di Columbus, langsung girang ketemu matahari. Disisi lain, saya agak khawatir karena berarti Kautsar harus menghadapi perubahan cuaca yang signifikan untuk pertama kalinya (Kautsar lahir di musim dingin).

Keluar dari Bandara, kami langsung mencari transportasi umum untuk pergi ke penginapan. Transportasi umum di Orlando sebenarnya sangat nyaman. Namun seperti kebanyakan kota lain di Amerika Serikat, moda transportasi utamanya biasanya hanya bus kota. Itu pun frekuensinya nggak sesering Metromini atau Kopaja di Jakarta. Kami menunggu cukup lama di bandara karena kami ketinggalan bus yang sebelumnya. Penyebabnya, kami nggak punya uang pas untuk naik bus jadi kami harus tukar uang dulu. Yang kami tau, bus nya nggak nyediain uang kembalian. Sedangkan uang kami saat itu berupa pecahan $20. Kami bisa rugi $16 kalo kami maksain naik bus saat itu juga (tarif naik bus $2/orang untuk satu arah).

Ternyata nuker uang aja harus dilalui dengan penuh drama, haha. Kami udah coba sok kenal sama pengunjung bandara yang lain. Nyoba nuker sana-sini ke bule-bule yang berseliweran, tapi nggak ada satupun yang punya recehan. Di Amerika sepertinya memang jarang orang yang sediain uang cash karena belanja dimanapun bisa pakai kartu debet/kredit. Bahkan di food truck sekalipun! Di sekitar kami pun nggak keliatan minimarket (kebiasaan di Indonesia, kalo mau nuker uang pasti jajan dulu). Setelah mondar-mandir, akhirnya kami bertemu petugas bandara yang berasal dari Brazil. Dia menyarankan kami untuk menukar uang ke porter (pengangkat barang). Biasanya porter punya uang receh karena mereka dapet tip dari orang-orang yang udah dibantu diangkatin kopernya. But we had no luck. Si porter ngeluarin uang yang dia dapet hari itu. Ternyata nggak banyak. “Masih sepi” katanya. Tapi pada akhirnya, kami berhasil nuker uang di Bank berdasarkan saran dari si porter, biarpun lokasi bank nya agak jauh...haha.

Penginapan

Drama masih berlanjut. Untuk mencapai penginapan, kami harus nyambung dengan bus jurusan lain. Baru aja kami naik bus berikutnya, kami sadar kalo kami salah arah. Akhirnya kami buru-buru turun dan nunggu bis lagi ke arah sebaliknya di tengah cuaca Orlando yang terik.

Sambil menunggu bus, kami mengirimkan pesan singkat ke Helen, tuan rumah tempat kami menginap nanti. Mengabarkan kalo kami hampir sampai. Iya, kami nggak nginep di hotel, tapi di rumah orang Nigeria yang sudah belasan tahun menetap di Orlando.

Kami memesan kamar melalui AirBnB, yaitu website/aplikasi yang memungkinkan kita  menyewa kamar dari orang biasa seperti Helen ini. Jadi misalnya, moms punya kamar kosong di rumah. Daripada nggak ada yang pake, moms bisa iklanin di situs AirBnB dengan tarif yang moms tentukan sendiri. Nanti para traveler seperti saya bisa tinggal di rumah moms deh. Untung buat moms karena dapet penghasilan tambahan, untung buat saya juga karena bisa dapet penginapan dengan harga terjangkau dan dapet temen baru.

Helen dan suaminya, Charles, leave a good and lasting impression. Charles sempet mengantarkan kami ke tempat penyewaan mobil. Sedangkan Helen bela-belain ngasih kado untuk Kautsar. Padahal kedua hal tersebut tidak termasuk ke dalam fasilitas yang mereka iklankan di AirBnB. I can say that they were going extra miles to serve us. Alhamdulillah nggak ada kejadian aneh-aneh seperti yang dialami oleh sebagian tamu lain yang menggunakan layanan AirBnB.

Lebih dari itu, Helen dan Charles bukan cuma mampu menjadi tuan rumah yang baik, tapi juga berhasil menjadi representasi orang Nigeria yang baik, menggantikan stereotype yang selama ini sering saya dengar tentang orang Nigeria.

***

You Might Also Like

0 comments

MY SCIENCE EDUCATION WEBSITE

A Member of

A Member of

Komunitas