His Arrival

Monday, December 28, 2015



Bagi sebagian besar perempuan yang baru pertama kali merasakan kehamilan, tentunya proses persalinan masih menjadi satu tanda tanya besar. Begitu juga dengan saya. Kondisi saya yang hanya tinggal berdua bersama suami di Amerika Serikat, membuat pertanyaan-pertanyaan mengenai persalinan bahkan semakin besar dan (awalnya) menakutkan. Ditambah lagi dengan absennya kehadiran orang tua dalam proses persalinan dan masa-masa pasca melahirkan/postpartum, membuat saya khawatir sekaligus sadar, bahwa saya harus bisa menjalankan proses persalinan dengan lebih kuat.

Cerita-cerita mengerikan mengenai persalinan, tentunya berpengaruh terhadap mental saya. Gimana kalau nanti saya harus di episotomi? Gimana nanti kalau harus di induksi? Gimana nanti kalau bla bla bla.. and the list goes onBut I call my self lucky, saat usia kandungan saya baru menginjak 5 bulan, saya mendengar cerita dari seorang teman yang baru saja menjalankan proses melahirkan dengan sangat mudah, tanpa rasa sakit. Lebih hebohnya lagi, kawan saya tersebut sampai melahirkan di dalam MOBIL dibantu oleh HANYA TUHAN dan suaminya, mereka tidak sempat sampai ke Rumah Sakit!

Tentunya saya tidak ingin melahirkan di mobil, tapi cerita persalinan dari orang yang betul-betul saya kenal tersebut tetap sangat menginspirasi. Ia membuat saya yakin bahwa persalinan bisa dilakukan dengan mudah, bahwa persalinan bisa terjadi dengan cepat, bahwa persalinan bisa dilalui tanpa rasa sakit. Yes, it's all possible...! Yes, it does exist! Saya hanya perlu menyiapkan fisik dan mental! Untuk itu, saya yang biasanya pemalas, jadi rajin jalan kaki selama masa kehamilan. Saya sering sengaja jalan-jalan di kampus suami ataupun di tempat lain, biarpun sebetulnya tidak ada urusan sama sekali. Bahkan ketika udara sedang dingin (0 derajat celcius) pun, saya tetap berusaha untuk jalan kaki semampu saya.


Belum habis khawatir saya, masih ada satu pertanyaan lagi yang paling mengganggu saya: gimana kalau ketuban saya pecah di awal, dan suami sedang tidak bersama saya (yup, I often left alone at home when my husband went to his classes). Untuk yang satu ini, saya hanya bisa berdoa agar diberikan hari persalinan yang tepat dan tenang.

***

Menunggu persalinan


So, how did my labor goes?

Anak saya ternyata memutuskan untuk datang 8 hari lebih cepat! 

Subuh hari, saya merasakan ketuban saya pecah. Rasanya? It's pretty much like a bubble popping out, and continued by a strong contractions within seconds. Awalnya memang tidak yakin, namun begitu menyadari bahwa ada cairan yang terus menerus keluar di luar kendali, diikuti oleh keram perut yang semakin sering, saya pun membangunkan suami.

Do we need to go to the hospital this early? Saya sempat ragu karena saat itu masih subuh dan keram perut pun masih bisa ditahan. Tapi suami menyarankan untuk segera ke RS, better to find it out early than sorry. Sekalipun ketuban saya sudah pecah, pagi itu kami masih bisa tenang, everything was under control. Tas dan barang bawaan untuk ke Rumah Sakit sudah saya packing dari jauh-jauh hari. Kami pun masih sempat bawa bekal nasi kuning sisa acara syukuran di hari sebelumnya.

Saat membuka pintu rumah, there was something beautiful outside! Ada salju tipis di rumput dan di atas mobil. Saya dan suami kegirangan karena sejujurnya itu kali pertama kami melihat salju. Sebelumnya, salju juga pernah turun di Columbus, kota tempat saya tinggal, tapi saat itu saya sedang tidur. Ketika bangun, seluruh saljunya sudah mencair! Hari itu, saya dan suami berhasil melihat salju karena dibangungan oleh anak kami. it's like the baby was trying to say that we should not missed the snow this time!

***

Hari itu, 6 Desember 2015, seharusnya kami akan mengikuti Hospital Tour, yaitu orientasi yang akan diberikan oleh pihak Rumah sakit kepada pasien mengenai titik-titik penting di RS tersebut, misalnya dimana bagian registrasi untuk melahirkan, dimana emergency room, dll. Mungkin agak aneh dan tidak biasa dilakukan di Indonesia. Tapi ini cukup penting sebab Rumah Sakit disini sangat besar. It's huge, saya pernah tersasar. Hospital Tour akan memudahkan pasien untuk segera mendapatkan bantuan.

Setibanya di RS, betul saja, kami cukup kebingungan harus pergi kemana karena tidak sempat mengikuti hospital tour sesuai rencana awal. Sementara itu, cairan ketuban saya terus menerus keluar. Beruntung, terdapat kursi roda dan telepon emergency di parkiran RS. Langsung saja suami mendudukkan saya di kursi roda, kemudian menggunakan telepon tersebut untuk meminta bantuan. Petugas datang beberapa menit kemudian. Kami pun diantar ke bagian labor untuk registrasi persalinan.

Di ruang registrasi, satu persatu wanita lain berdatangan dengan kursi roda. Pemandangan yang cukup unik dan tidak biasa bagi saya. Kami berasal dari ras yang begitu berbeda, namun sebentar lagi akan menghadapi kodrat yang sama. Sama-sama harus kuat menjalani proses melahirkan. Sama-sama akan menjadi seorang Ibu.

***

Saya dipindahkan ke sebuah ruangan. Di ruangan tersebut, tubuh saya mulai dipasangi alat untuk memonitor detak jantung bayi dan kontraksi yang saya rasakan. Dokter pun segera melakukan pemeriksaan dalam. "You are dilating 5cm and the baby head is very low". Informasi dari dokter membuat saya semakin optimis dapat menjalani persalinan dengan lancar. Saya bersyukur sekali karena sudah di bukaan 5 dan kepala bayi sudah sangat turun, sedangkan rasa sakit dari kontraksi yang saya rasakan masih sangat manageable, masih lebih sakit keram perut ketika datang bulan. Sampai disini, saya masih bisa bercanda dan ketawa-ketawa dengan suami. Dokter bahkan sempat mengeluarkan statement kalau saya terlihat terlalu gembira untuk seseorang yang sudah berada di bukaan 5. 

Selanjutnya, proses pembukaan terjadi cukup lama. Kontraksi saya pun hanya terjadi 6-10 menit sekali. Sampai siang hari, pembukaan hanya bertambah 1 cm. Dokter menyarankan agar saya disuntikkan cairan untuk mempercepat kontraksi (yang belakangan baru saya tau kalau yang dimaksud dokter adalah induksi). Saya menurut saja. Tidak lama kemudian, dokter melakukan prosedur tersebut dan kontraksi pun terjadi semakin sering dan kuat. Setiap kontraksi datang, saya memegang tangan suami dan menarik napas dengan teknik yang hanya saya pelajari dari internet, luckily, it works! Rasa sakit tetap ada, namun teknik pernapasan tersebut berhasil membuat saya tetap tenang dan tidak berteriak-teriak yang justru akan membuang tenaga.

***

Setelah berada di pembukaan tujuh, saya memilih untuk menerima epidural. Saya sudah cukup lelah menahan rasa sakit akibat induksi plus belum makan dari malam sebelumnya (hampir 24 jam). Bekal nasi kuning yang saya bawa pun hanya bisa dinikmati oleh suami sebab pihak RS tidak mengizinkan saya mengisi perut, kecuali dengan ice chips alias kepingan batu es. Saat itu, saya mengantuk sekali dan hanya ingin tidur serta menyimpan tenaga untuk mengejan saat pembukaan sudah lengkap nanti.

Epidural pun disuntikkan dengan dosis yang paling rendah. Rasa sakit akibat kontraksi tetap ada, namun sudah berkurang dan saya bisa tidur di kondisi seperti itu. Saat bangun tidur, dokter kembali melakukan pengecekan dalam, dan saya sudah berada di pembukaan sepuluh. Lega! Saat itu, efek epidural sudah semakin berkurang sehingga saya bisa merasakan kontraksi, namun belum 100% hilang sehingga rasa sakit kontraksi tidak berada di skala yang paling kuat. Menurut dokter, kondisi tersebut sangat ideal untuk mengejan.

Proses mengejan saya berlangsung selama 45 menit. Namun dalam 45 menit tersebut, saya hanya mengejan beberapa kali, yaitu saat menerima instruksi dari dokter. Menurut dokter, kontraksi saya terjadi tumpang tindih, artinya belum selesai kontraksi yang satu, sudah datang kontraksi lainnya. Dokter menyarankan saya untuk mengejan hanya pada saat kontraksi yang terkuat agar tidak membuang tenaga.

***

Awalnya, hanya ada satu orang dokter yang membantu persalinan saya. Tiba-tiba dokter tersebut mengeluarkan telepon, memanggil dua orang perawat lainnya untuk segera datang. Saya mendengar percakapan mereka, ternyata bayi saya akan segera lahir! I just need to do one big push and he will be here with me! Benar saja, bayi saya lahir tidak lama setelah kedua perawat tambahan tersebut memasuki ruangan. Tangisnya pecah. The first thing I realize was his tiny body and his lips that resemble his father a lot. Dokter segera menyerahkan bayi saya yang kondisinya masih berdarah-darah ke pelukan saya. Saya pun melakukan kangoroo care dan inisiasi menyusui dini. It was a new feeling. I overwhelmed with happiness. I teared up unknowingly. I feel magic all around me. Sementara itu, salah satu perawat sibuk menjahit robekan kecil di jalan lahir saya. Saya sudah tidak peduli, all  I care was to taking care of my newborn... welcoming his arrival..


welcome to the world, Kautsar

You Might Also Like

1 comments

  1. Maa syaa Allaah.. saya yang hampir 2 tahun dalam masa penantian semoga bisa turut merasakan keindahan dan kemudahan menjadi seorang ibu. BaarakAllaahu fiik, kak :)

    ReplyDelete

MY SCIENCE EDUCATION WEBSITE

A Member of

A Member of

Komunitas